Kelainan Kelenjar Saliva

-

1. Sialolithiasis (Salivary Stones)

  • Massa organik terkalsifikasi yang terbentuk di dalam sistem sekretori kelenjar ludah
  • Etiologi :
    • Faktor yang mendukung penurunan air liur yaitu produksi atau stasis (yaitu, dehidrasi, penggunaan antikolinergik) atau diuretik, irregularitas dalam sistem duktus, peradangan lokal),
    • Perubahan komposisi air liur (yaitu, saturasi kalsium,  defisit inhibitor kristalisasi seperti phytate).
    • Infeksi bakteri dapat meningkatkan  pH saliva 
  • Predileksi
    • Kelenjar  submandibular (80-90%), diikuti oleh kelenjar parotis (5-15%) dan kelenjar sublingual (2-5%) , dan sangat jarang terjadi di kelenjar saliva minor
  • Faktor Risiko
    • Hipovolemia, infeksi, peradangan, diabetes mellitus, sindrom Sjögren
    • Penggunaan diuretik dan obat antikolinergik, trauma, asam urat, merokok, dan riwayat nefrolitiasis
  • Manifestasi Klinis :
    • Nyeri akut
    • Kelenjar yang terlibat membesar dan nyeri tekan pada palpasi
    • Tingkat keparahan gejala adalah tergantung pada tingkat obstruksi saluran dan infeksi sekunder yang menyertai. Sialolithiasis tanpa infeksi (ex : sialadenitis) umumnya unilateral tanpa drainase atau eritema di atasnya, dan muncul tanpa manifestasi sistemik seperti demam. Jika ada infeksi bersamaan, drainase supuratif atau nonsupuratif, dan eritema atau kehangatan lapisan di atasnya. Terdapat fistula, saluran sinus, atau ulserasi
  • Pemeriksaan Penunjang :
    • Plain film (Foto oklusal 90 derajat, foto panoramic)
    • Computed Tomography (CT)
    • Cone Beam Computed Tomography (CBCT)
    • Ultrasonography
    • Sialography
    • Sialendoscopy
  • Tatalaksana :
    • Terapi simptomatis : analgesik, hidrasi, antibiotik, dan antipiretik, sialogogues, pemijatan, dan panas diaplikasikan pada daerah yang terkena
    • Terapi kausatif : Batu yang lebih kecil di dekat orifice duktus sering dapat dikeluarkan dengan memencet, tetapi batu yang lebih dalam dan lebih besar membutuhkan sialendoskopi (uk, 4-5 mm) atau intervensi bedah (i.e., laser/pneumatic lithotripsy/ extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) uk. >5 mm)

2. Mucoceles

  • Pembengkakan yang disebabkan oleh akumulasi air liur di lokasi trauma atau saluran kelenjar ludah minor yang tersumbat.  “mucous retention cyst” ialah mukokel yang tidak memiliki lapisan epitel
  • Patogenesis :
    • Secara histologis diklasifikasikan sebagai tipe ekstravasasi atau tipe retensi. 
      • Mukokel ekstravasasi berkembang sekunder akibat trauma saluran ekskretoris kelenjar ludah minor yang mengakibatkan penyatuan saliva di jaringan submukosa yang berdekatan
      • Mukokel retensi mukokel disebabkan oleh obstruksi saluran yang mengakibatkan akumulasi saliva dan pelebaran duktus
  • Etiologi
    • Trauma oral minor kronis (misalnya, penggunaan alat ortodontik)
    • Kebiasaan buruk
    • Penggunaan pasta gigi pengontrol karang gigi dan alkohol yang mengandung obat kumur, merokok, bahan cetak alginat, dan pada pasien dengan kanker mulut dengan terapi kemoradiasi, oral lichen planus, lichenoid reactions
  • Predileksi :
    • Mucocele jenis ekstravasasi adalah subtipe histologis yang sering terjadi, umumnya terdapat di bibir bawah. Selain itu juga bisa di dasar mulut, ventral lidah, dan mukosa bukal 
    • Mukokel retensi lebih sering ditemukan pada bibir atas, palatum, mukosa bukal, dasar mulut
  • Manifestasi Klinis :
    • Tampak pembengkakan dengan permukaan halus, nyeri/ tidak nyeri. Ukurannya berkisar dari beberapa mm hingga beberapa cm
    • Mukokel superfisial (Lesi multipel uk <3mm) tampak kebiruan dan mudah pecah, sedangkan lesi yang profunda tampak warna mukosa normal
    • Mukokel yang terus mengalami trauma kadang muncul ulserasi
  • Diagnosis Banding :
    • Membran mucous pemphigoid 
    • Lichen planus tipe bula
    • Biopsi untuk diagnosis pasti
  • Tata Laksana :
    • Mukokel superfisial : sembuh spontan
    • Mukokel persisten : eksisi/ekstirpasi mucocele dan kelenjar saliva minor terkait untuk mencegah rekurensi

3. Ranula

  • Mucocele yang terletak di dasar mulut dari kelenjar sublingualis. Terdiri dari 3 tipe:
    • Simple ranula
    • Plunging ranula: ekstravasasi musin menembus m. milohioideus sehingga pembesaran timbul didasar mulut dan leher (pembesaran dasar mulut tidak dapat ditemukan)
    • Mixed
  • Patogenesis :
    • Trauma mekanis pada duktus Rivinusnya kelenjar sublingual, mengakibatkan ekstravasasi saliva. Penyebab lain yaitu saluran kelenjar ludah yang tersumbat (misalnya, karena sialolith) atau aneurisma duktus
  • Etiologi : 
    • Trauma mekanis
  • Faktor Risiko :
    • Trauma, pembedahan area dasar mulut, Variasi anatomi di sistem duktus kelenjar sublingual, dehiscence otot mylohyoid, dan adanya jaringan kelenjar sublingual ektopik
  • Predileksi :
    • Simple Ranula cenderung terbentuk di sebelah kiri, sedangkan Plunging ranula dan campuran lebih sering terjadi di sisi kanan
  • Manifestasi Klinis :
    • Tampak benjolan yang tidak nyeri, tumbuh lambat, berfluktuasi, massa bergerak di dasar mulut
    • Biasanya, bentuk ranula mengarah ke satu sisi frenulum lingual, tetapi jika ranula meluas lebih dalam ke jaringan lunak, dapat melintasi garis tengah
    • Ranula superfisial tampak kebiruan. Ranula bervariasi dalam ukuran (1-5 cm) yang menyebabkan elevasi atau deviasi lidah
    • Plunging ranula memiliki tekstur permukaan halus, tampak pembengkakan pada leher, sering melibatkan submandibular space dan umumnya tidak nyeri
    • Lesi dapat mengalami drainase spontan intermiten tetapi tidak pernah sepenuhnya sembuh
    • Pada pasien dengan ranula campuran awal, tampak pembengkakan intraoral
  • Diagnosis Banding :
    • Hemangioma, limfangioma, kista dermoid, tumor atau kelenjar saliva jinak atau ganas, kista duktus tyroglossus, kista epidermoid, dan higroma kistik
    • Diagnosis ranula didasarkan pada pemeriksaan klinis, foto rontgen, USG, CT dengan kontras, dan MRI (plunging ranula) dan biopsi eksisi. pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menentukan sejauh mana lesi menyebar
  • Tata Laksana :
    • Reseksi transoral kelenjar sublingual 
    • Marsupialisasi
    • Cryosurgery
    • Eksisi laser

4. Paramyxovirus Mumps (Epidemic Parotitis)

  • Suatu infeksi kelenjar saliva parotis yang disebabkan oleh virus RNA (paramyxovirus) dengan periode inkubasi diantara 2-3 minggu
  • Patogenesis :
    • Virus yang ditularkan melalui inhalasi droplet infeksius, melalui kontak langsung
    • Pada tahap awal infeksi melibatkan kelenjar parotis namun juga dapat berkembang di kelenjar submandibula maupun sublingual
  • Etiologi :
    • RNA virus dari kelompok paramyxovirus
  • Predileksi :
    • Paling sering terjadi pada masa kanak-kanak (usia 5-9 tahun) 
  • Manifestasi Klinis :
    • Gejala prodromal 1 sampai 2 hari, sakit kepala, demam, kelelahan, anoreksia, mialgia, dan malaise diikuti oleh pembesaran kelenjar saliva nonpurulen
    • Nyeri pada palpasi dengan edema pada kulit di atasnya dan orifice duktus
    • Pembengkakan kelenjar meningkat selama beberapa hari berikutnya, berlangsung sekitar 1 minggu
    • Trismus terutama jika ada obstruksi duktus parsial
  • Diagnosis Banding :
    • Infeksi odontogen
    • Parotitis virus CMV, HIV, dan virus hepatitis C
  • Tata Laksana :
    • Analgesik, antipiretik, dan antiemetik (supportif) dan KIE isolasi mandiri
    • Mumps dianggap menular 2 hari sebelum dan 5 hari setelah timbulnya pembengkakan kelenjar

5. Acute and Chronic Bacterial Sialadenitis

  • Sialadenitis bakteri akut mengacu pada pembengkakan yang terjadi secara tiba-tiba dan kelenjar ludah yang terinfeksi menyakitkan
  • Sialadenitis  bakteri kronis yang menunjukkan persisten, berulang
  • Umumnya terdampak pada kelenjar saliva parotis
  • Patogenesis :
    • Sialadenitis bakterial paling sering terjadi pada pasien dengan hipofungsi kelenjar ludah atau dengan kondisi yang menghambat aliran saliva
    • Pengurangan aliran saliva mengakibatkan berkurangnya pembilasan mekanis yang memungkinkan bakteri untuk berkoloni rongga mulut dan menyebabkan infeksi
  • Etiologi :
    • Bakteri (staphylococcus aureus) 
  • Faktor risiko :
    • Dehidrasi
    • Penggunaan obat-obatan xerogenik
    • Penyakit kelenjar ludah
    • Kerusakan saraf, obstruksi duktus, iradiasi, dan
    • Penyakit sistemik kronis (diabetes mellitus dan sindrom Sjögren)
    • Kebersihan mulut yang buruk
    • Anatomi kelenjar saliva
  • Manifestasi Klinis :
    • Pembesaran kelenjar ludah secara tiba-tiba, bisa unilateral/bilateral. kelenjar membesar, hangat, nyeri, indurasi, dan nyeri tekan saat palpasi, edema dan eritema pada dermis di atasnya
    • Demam, menggigil, malaise, trismus, dan disfagia (Gejala sistemik muncul setelah terjadi pembengkakan kelenjar)
    • Sekitar 75% kasus, keluar nanah dari orifice duktus
  • Diagnosis Banding :
    • Parotitis epidemika (karena virus). Secara umum, infeksi virus bersifat bilateral, terjadi pada pasien yang lebih muda, memiliki gejala prodromal, tidak ada drainase purulen, dan pasien tampak kurang sehat. 
    • Kista
    • Obstruksi
    • Neoplasma
  • Tata Laksana :
    • Mengatasi tanda dan gejala infeksi, menghilangkan penyebab bakteri, rehidrasi, dan mengatasi obstruksi kelenjar. 
      • Penggunaan analgesik, cairan, pijat kelenjar, obat kumur, dan sialogogue. 
      • Terapi antibiotik mungkin diperlukan jika ada tanda dan gejala penyebaran infeksi sistemik. Ini biasanya (secara empiris dan dilanjutkan hasil kultur
        • Contoh : penisilin antistaphylococcal, kombinasi -laktamase inhibitor, atau sefalosporin generasi pertama. Makrolida seperti azitromisin dengan metronidazol dapat digunakan untuk mereka yang alergi penisilin. 
      • Agen anti-inflamasi termasuk steroid dapat membantu untuk mengurangi rasa sakit dan bengkak. 
      • Menghentikan obat yang memicu hipofungsi kelenjar
      • Setelah perawatan diatas sudah diberikan maka diamati dalam waktu 24 hingga 48 jam. Jika tampak abses  sayatan dan drainase dapat dipertimbangkan

6. Sjögren’s Syndrome

  • Sindrom Sjögren (SS) adalah penyakit autoimun kronis ditandai dengan kekeringan mulut dan mata, infiltrasi limfosit, disfungsi, dan destruksi kelenjar eksokrin
    • SS primer terjadi tanpa adanya penyakit autoimun lain
    • SS sekunder terjadi bersamaan dengan penyakit autoimun lain seperti sistemik  lupus  eritematosus, rheumatoid arthritis, atau skleroderma
  • Patogenesis :
    • Sel-sel epitel kelenjar ludah distimulasi oleh interferon dan sitokin lain yang memicu aktivasi sistem imun kronis
    • Menghasilkan siklus autoimunitas pada host yang rentan secara genetik
    • Epitel autoimun yang mempengaruhi kelenjar eksokrin serta berbagai organ lainnya
  • Etiologi :
    • Belum diketahui pasti, Studi genetik telah mengidentifikasi hubungan dengan haplotipe HLA dan gen yang terlibat dalam imunitas bawaan dan adaptif
  • Manifestasi Klinis :
    • Mulut kering, kesulitan dalam berbicara, mengecap, dan menelan,  bibir kering, pecah-pecah, cheilitis atau kandidiasis oral (tipe eritematous), mukosa  pucat dan kering, rapuh, atau berkerut
    • Saliva  kental, lidah tampak halus (depapillated), pecah-pecah dan nyeri
    • Pembesaran kelenjar bisa unilateral/bilateral, akut, intermiten atau kronis
    • Gigi karies  (akar, facial dan cusp)
    • Gastro-esophageal reflux disease (GERD)
  • Pemeriksaan Penunjang :
    • Biopsy
    • Imaging
    • Serology
  • Tata Laksana :
    • Tujuan pengobatan difokuskan untuk mengurangi gejala, pencegahan keluhan oral dan kekeringan mata, dan mengatasi manifestasi sistemik.
      • Produk topical oral (saliva substitutes)
      • Topical ocular agents (artificial tear drops, topical nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), topical corticosteroids, topical cyclosporine A, serum teardrops)
      • Oral muscarinic agonists (pilocarpine, cevimeline)
      • Hydroxychloroquine
      • Oral glucocorticoids
      • Immunosuppressive agents (cyclophosphamide, azathioprine, methotrexate, leflunomide, mycophenolate mofetil)
      • Biological therapies (rituximab, abatacept, belimumab) 

7. Sialorrhea

  • Sialorrhea (hipersalivasi atau ptyalism) ialah hasil dari peningkatan air liur produksi atau penurunan pembersihan air liur
  • Sialorrhea bisa dianggap normal pada anak di bawah 4 tahun
    • Sialorrhea primer :  hiperfungsi saliva yang sebenarnya mengakibatkan meneteskan air liur
    • Sialorrhea sekunder : karena gangguan kontrol neuromuskular (seperti: dengan gangguan menelan) dan/atau gangguan pemrosesan sensorik
  • Etiologi :
    • Sialorrhea  terkait dengan penyakit neurologis seperti amyotropic lateral sclerosis (ALS), serebral, kelumpuhan, dan penyakit Parkinson, atau dengan neoplasma saluran aerodigestif bagian atas
    • Hal ini dapat dikaitkan dengan obat-obatan, hiperhidrasi, pertumbuhan gigi bayi, fase sekresi menstruasi, keracunan logam berat (misalnya, merkuri, selenium), organofosfat (asetilkolinesterase) keracunan, mual, esofagitis obstruktif, perubahan neurologisseperti pada kecelakaan pembuluh darah otak (CVA), dan infeksi neurologis pusat
  • Manifestasi Klinis :
    • Mempengaruhi kualitas hidup pasien
    • Gangguan menelan
    • Penyumbatan jalan napas parsial atau total dapat menyebabkan  pneumonia aspirasi
    • Bisa menyebabkan iritasi perioral, bau tak sedap, dan ulkus traumatis yang dapat menjadi infeksi sekunder oleh jamur atau bakteri
  • Pemeriksaan :
    • Sialometri
    • Sampel darah (evaluasi logam berat jika dicurigai)
  • Tata Laksana :
    • Pengobatan untuk sialorrhea harus mempertimbangkan etiologi, risiko dan manfaat pengobatan, dan efeknya pada kualitas hidup
    • Ada beberapa kategori perawatan: terapi fisik (kontrol neuromuskular), obat-obatan (agen xerogenik (glikopirolat, skopolamin, benztropin, amitriptilin, atropin, atau difenhidramin hidroklorida), pembedahan, dan terapi radiasi

Referensi

Concept Pages

Daftar Paket Premium
untuk Melanjutkan Membaca

Daftar sekarang dan dapatkan akses premium umeds dengan concept pages, video belajar, quiz untuk pendidikan kedokteran anda.

Customer Support umeds