Pada impetigo bulosa, S. aureus menghasilkan toksin (toxin-producing, coagulase positive strains of S. aureus). Toksin epidermolitik menyebabkan proses terjadinya bula. Pada sebagian besar kasus, lesi dimulai dengan adanya bula kendur yang mudah pecah, meninggalkan lesi eritematosa yang basah.
Pada impetigo non-bulosa, S. aureus dan Streptokokus β-hemolitik grup A memproduksi toksin eksfoliatif yang menyebabkan infeksi lokal. Pada awal lesi muncul makula eritematosa yang berkembang menjadi vesikel atau pustul. Jika vesikel atau pustul tersebut pecah akan berubah menjadi krusta kekuningan dan meluas ke area kulit di sekitarnya.
Lesi awal berupa makula atau papul eritematosa yang secara cepat berkembang menjadi vesikel atau pustul yang kemudian pecah membentuk krusta kuning madu (honey colour) dikeliling eritema. Lesi dapat melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit di sekitarnya. Jika krusta dilepaskan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.
Gambar 1. Impetigo krustosa
Terdapat vesikel-bula kendur, dapat timbul bula hipopion. Bula pecah meninggalkan skuama anular dengan bagian tengah eritematosa (kolaret) dan cepat mengering. Tanda nikolski negatif.
Gambar 2. Impetigo bulosa
Bila diperlukan:
Jaga kebersihan tubuh
Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotik. Antibiotik sistemik diberiksan jika krusta banyak.
Jika vesikel/bula sedikit → dipecahkan + salep antibiotik.
Jika vesikel/bula banyak → dipecahkan + salep antibiotik + antibiotik sistemik.
Tabel penanganan impetigo akibat S. aureus
Topikal | Sistemik | |
Lini pertama | Mupirocin 2% (2x sehari) Retapamulin (2x sehari) Asam fusidat (2x sehari) |
|
Lini kedua (jika alergi penisilin) |
| |
Suspek MRSA | Mupirocin 2% (2x sehari) |
|