Herpes Zooster pada Telinga

Herpes zoster otikus adalah suatu infeksi virus pada telinga bagian luar, tengah, hingga dalam yang disebabkan oleh penyebaran virus varicella-zoster ke saraf fasialis.

Definisi

Herpes zoster otikus adalah suatu infeksi virus pada telinga bagian luar, tengah, hingga dalam yang disebabkan oleh penyebaran virus varicella-zoster ke saraf fasialis. Penyakit ini dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa nyeri telinga berat (otalgia) dan lesi erupsi vesikel pada mulut, kanalis auditorius eksternus, hingga pinna, gangguan pendengaran, vertigo, nyeri wajah berat, dan tinnitus. Pasien yang juga mengalami kelumpuhan wajah unilateral maka disebut sindrom Ramsay Hunt. Herpes zoster otikus dapat terjadi karena reaktivasi infeksi laten virus varicella-zoster.

Tingkat insidensi dari herpes zoster otikus pada wanita dan pria cenderung seimbang dan tingkat insidensi meningkat signifikan pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun.

Etiologi

erpes zoster otikus disebabkan oleh reaktivasi infeksi laten virus varicella-zoster (VZV). Virus varicella-zoster (VZV) merupakan virus DNA untai ganda yang menjadi bagian dari famili herpesvirus dan subfamili alfaherpesviridae bersama dengan HHV-1 dan HHV-2. 

Setelah seseorang terkena infeksi primer VZV, virus tersebut akan dorman pada nervus kranialis atau ganglion radiks dorsalis setelah pasien terkena cacar air. VZV yang reaktivasi akan memicu inflamasi, penekanan, dan destruksi saraf fasialis, sehingga dapat pula memicu kelumpuhan wajah unilateral.

Seseorang dengan gangguan imunitas seluler akibat kanker, terapi radiasi, kemoterapi, infeksi HIV, atau terapi imunomodulator memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap reaktivasi infeksi laten VZV dan rentan mengarah ke komplikasi. Faktor lain yang ikut memengaruhi herpes zoster otikus adalah stress fisik ataupun emosional, usia tua, dan riwayat cacar air.

Patofisiologi dan Patogenesis

Infeksi awal dari virus varicella-zoster (VVZ) akan menimbulkan cacar air (chicken pox) yang ditandai dengan ruam dan vesikel disertai demam. Setelah fase viremia dan ruam terlewati, VVZ dorman pada ganglion radiks dorsalis dan nervus kranialis. Reaktivasi dari VVZ laten  akan memunculkan penyakit herpes zoster dengan manifestasi klinis berupa ruam dan vesikel pada lokasi-lokasi tertentu. Akan tetapi, reaktivasi VVZ pada ganglion genikulatum yang menginervasi telinga akan memunculkan penyakit herpes zoster otikus. 

VVZ menyebabkan peradangan pada ganglion genikulatum, sehingga nervus fasialis pada kanalis akustikus internus tertekan. Peradangan tersebut nantinya akan meluas hingga ke selubung myelin dan jaringan ikat saraf. 

(Sumber gambar: Slattery III WH, Azizzadeh B. The Facial Nerve. Slattery III WH, Azizzadeh B, editors. Thieme. 2014;1.)

(Sumber gambar: Slattery III WH, Azizzadeh B. The Facial Nerve. Slattery III WH, Azizzadeh B, editors. Thieme. 2014;1.)

Ganglion genikulatum yang membengkak akibat peradangan akan menekan nervus vestibulo-koklearis. Penekanan yang terjadi pada saraf auditorius akan memunculkan gejala gangguan pendengaran dan tinitus, sementara vertigo dapat muncul apabila saraf vestibularis juga tertekan. Kelumpuhan saraf stapedius juga dapat terjadi dan akan mengakibatkan hiperakusis pada pasien.

Teori lain menyebutkan bahwa VVZ dapat menyebar ke jaras refleks batang otak melalui transmisi intersinaps secara anterograd, sehingga dapat memicu neuritis polikranial.

Penegakan Diagnosis

  • Anamnesis

Pada anamnesis, pasien umumnya mengeluh nyeri telinga berat yang bersifat ke arah luar telinga dan diikuti oleh keluhan lain berupa gejala-gejala yang muncul beberapa jam/hari sebelum munculnya ruam kemerahan. 

    • Lesi lepuhan yang sangat nyeri dan terasa seperti terbakar pada wajah, mulut, dan/atau lidah.

(Sumber gambar: Manolette Roque, MD, Ophthalmic Consultants Philippines Co, EYE REPUBLIC Ophthalmology Clinic.)

(Sumber gambar: Manolette Roque, MD, Ophthalmic Consultants Philippines Co, EYE REPUBLIC Ophthalmology Clinic.)

    • Vertigo pada sisi kepala yang terdapat lepuhan (ipsilateral), mual, dan muntah.
    • Demam dan lemas.
    • Gangguan pendengaran, hiperakusis, dan telinga berdenging.
    • Nyeri pada area mata.
    • Pada pasien sindrom Ramsay-Hunt, keluhan dapat berupa vesikel yang muncul sebelum, selama, dan setelah kelumpuhan wajah unilateral.
    • Riwayat penyakit dahulu berupa cacar air saat anak-anak.
  • Pemeriksaan Fisik

Beberapa tanda yang dapat ditemukan oleh pemeriksa pada pemeriksaan fisik:

    • Vesikel kemerahan unilateral pada area sepanjang distribusi saraf, seperti kanalis auditorius eksternus, konka, dan daun telinga.

Vesikel pada area sekitar daun telinga (Swain, Santosh & Paul, Roshna. (2021). Herpes Zoster Oticus: A Morbid Clinical Entity. MAMC Journal of Medical Sciences. 7. 10.4103/mamcjms.mamcjms_80_20.)

Vesikel pada area sekitar daun telinga

(Swain, Santosh & Paul, Roshna. (2021). Herpes Zoster Oticus: A Morbid Clinical Entity. MAMC Journal of Medical Sciences. 7. 10.4103/mamcjms.mamcjms_80_20.)

    • Ruam pada kulit belakang telinga, dinding hidung bagian lateral, lidah bagian anterolateral, hingga palatum mole.

Tampak ruam dan vesikel dengan dasar kemerahan pada palatum durum dan konka telinga  (Stefaniak AA, Knecht K, Matusiak Ł, Szepietowski JC. Sudden Onset of Unilateral Facial Paralysis with Ear Pruritus: A Quiz. Acta Dermato-Venereologica. 2022 Mar 22;102:adv00675.)

Tampak ruam dan vesikel dengan dasar kemerahan pada palatum durum dan konka telinga 

(Stefaniak AA, Knecht K, Matusiak Ł, Szepietowski JC. Sudden Onset of Unilateral Facial Paralysis with Ear Pruritus: A Quiz. Acta Dermato-Venereologica. 2022 Mar 22;102:adv00675.)

    • Gangguan pendengaran sensorineural yang diketahui melalui tes penala (tes rinne, tes weber, dan tes schwabach).
PemeriksaanPrinsipHasil SNHL

Tes Rinne

Membandingkan air conduction dan bone conduction pada satu sisi telinga dari pasien dengan meletakkan garpu tala yang bergetar pada depan telinga, kemudian memindahkan garpu tala pada mastoid ketika getaran sudah tidak terdengar.



Rinne positif yang menandakan hantaran udara lebih cepat dari hantaran tulang (ketika garpu tala di depan telinga masih dapat terdengar, tetapi hantaran getaran pada mastoid sudah tidak terdengar).



Tes Weber

Membandingkan bone conduction antara telinga kanan dan kiri pasien dengan meletakkan garpu tala pada glabella dan mengidentifikasi telinga yang dapat mendengar getaran lebih keras.

Lateralisasi ke telinga di sisi yang sehat (lateralisasi kontralateral: garpu tala terdengar lebih keras di telinga yang sehat).

Tes Schwabach

Membandingkan bone conduction pasien dengan pemeriksa dengan cara meletakkan garpu tala pada mastoid pasien, kemudian memindahkan garpu tala pada mastoid pemeriksa. 

Memendek yang artinya garpu tala masih terdengar di telinga pasien, tetapi tidak terdengar di telinga pemeriksa.

    • Kelumpuhan saraf wajah yang ditandai oleh hilangnya kemampuan untuk mengerutkan dahi dan alis pada sisi yang bermasalah.

Tidak dapat kerutan dahi pada sisi yang bermasalah saat pasien diminta untuk mengerutkan dahi dan alis. (Maharyati R, Ekorini H. Sindroma Ramsay Hunt (Laporan Kasus). Jurnal THT-KL. 2012;5(3):159–69.)

Tidak dapat kerutan dahi pada sisi yang bermasalah saat pasien diminta untuk mengerutkan dahi dan alis.

(Maharyati R, Ekorini H. Sindroma Ramsay Hunt (Laporan Kasus). Jurnal THT-KL. 2012;5(3):159–69.)

    • Mata di sisi yang bermasalah  tidak dapat terpejam rapat, sehingga berisiko terjadi iritasi kornea.

Mata di sisi yang bermasalah tidak dapat terpejam rapat

(Hamouda, Ghofran & Eltohami, Yousif & Altayeb, Ahmed & Salih, Abusofyan & Suleiman, Ahmed. (2020). Ramsay Hunt Syndrome: Case Presentation and Management. 10.19080/ADOH.2020.12.555835.)

    • Gangguan indera perasa atau pengecapan
  • Pemeriksaan Penunjang
    • Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan nitrogen urea darah, kreatinin, hitung sel darah, dan elektrolit sebelum memulai memulai terapi asiklovir.
    • Skrining antibodi anti-VZV (IgM dan IgA) pada pasien imunokompromais.
    • Pemeriksaan molekuler berupa PCR sebagai pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis herpes zoster. 
    • Pemeriksaan audiogram untuk mengetahui tipe gangguan pendengaran yang dialami pasien. Hasil audiometri nada murni yang diinterpretasikan sebagai gangguan pendengaran sensorineural:
      • Bone conduction dan air conduction menurun pada telinga yang bermasalah, yaitu berada di atas batas ambang dengar orang normal (> 25 dB).
      • Tidak terdapat jarak antara garis air conduction dan bone conduction (kedua garis grafik berhimpitan atau berjarak kurang dari 10-15 dB di dua frekuensi yang berurutan).

Garis grafik bone conduction dan air conduction menurun (di atas 25 dB) dan kedua garis grafik berhimpitan (tidak ada jarak di antaranya). (Hearing Australia. Audiograms | Aussie Deaf Kids [Internet]. www.aussiedeafkids.org.au. 2022. Available from: https://www.aussiedeafkids.org.au/audiograms.html)

Garis grafik bone conduction dan air conduction menurun (di atas 25 dB) dan kedua garis grafik berhimpitan (tidak ada jarak di antaranya).

(Hearing Australia. Audiograms | Aussie Deaf Kids [Internet]. www.aussiedeafkids.org.au. 2022. Available from: https://www.aussiedeafkids.org.au/audiograms.html)

    • Pemeriksaan CT-scan kepala atau MRI dapat dilakukan apabila terdapat tanda mengarah ke sindrom Ramsay-Hunt, tetapi tidak cukup ditegakkan dari pemeriksaan fisik. Gambaran MRI kepala pasien sindrom Ramsay-Hunt identik dengan pasien Bell’s palsy, yaitu terdapat peningkatan enhancement dari saraf fasialis.

Panah putih menunjukkan enhancement dari ganglion genikulatum dari saraf fasialis kanan. (Sobn, Amin and P A Tranmer. “Ramsay Hunt syndrome in a patient with human immunodeficiency virus infection.” The Journal of the American Board of Family Practice 14 5 (2001): 392-4 )

Panah putih menunjukkan enhancement dari ganglion genikulatum dari saraf fasialis kanan.

(Sobn, Amin and P A Tranmer. “Ramsay Hunt syndrome in a patient with human immunodeficiency virus infection.” The Journal of the American Board of Family Practice 14 5 (2001): 392-4 )

Diagnosis Banding

Diagnosis Banding

Perbedaan dengan Herpes Zoster Otikus

Infeksi herpes simpleks

  1. Disebabkan oleh virus Herpes Simpleks tipe 1 atau tipe 2.
  2. Daerah predileksi tidak sesuai dengan distribusi persarafan, yaitu pada mulut, hidung, punggung, dan genital.
  3. Berkaitan dengan riwayat peningkatan akivitas seksual.

Impetigo Bulosa

  1. Disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.
  2. Manifestasi klinis berupa bula berisi pus yang gatal.
  3. Pemeriksaan apusan cairan sekret dengan pewarnaan gram menunjukkan bakteri gram positif.
  4. Terkait dengan higienitas yang kurang baik.

Dermatitis Kontak

  1. Disebabkan oleh obat topikal seperti neomisin.
  2. Manifestasi klinis berupa ruam kemerahan, gatal, dan tampak meradang.
  3. Terdapat riwayat penggunaan obat atau zat tertentu.

Bell’s palsy

  1. Disebabkan oleh peradangan saraf fasialis akibat etiologi nontraumatik.
  2. Muncul keluhan nyeri di area belakang telinga sebelum serangan tanpa disertai nyeri telinga.
  3. Tidak terdapat vesikel pada telinga.
  4. Tidak terdapat gangguan pendengaran.

Stroke

  1. Gangguan pasokan darah ke otak akibat pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah.
  2. Bagian dahi masih dapat mengerut dan tidak muncul vesikel kemerahan di area telinga.
  3. Manifestasi klinis disertai oleh tanda neurologi lain dan instabilitas tanda vital.

Tatalaksana

  • Terapi suportif berupa :
    • Pemberian nutrisi diet tinggi kalori dan tinggi protein, yaitu bentuk makanan biasa, tetapi menambahkan susu, telur, dan daging.
    • Istirahat dan menghindari kontak dengan orang lain.
    • Mencegah vesikel pecah dengan menghindari gesekan pada kulit yang bermasalah.
    • Kompres hangat area telinga yang muncul vesikel.
    • Pemberian air mata buatan untuk mencegah iritasi mata akibat mata yang sulit terpejam.
    • Gejala prodromal diatasi sesuai indikasi seperti pemberian paracetamol per oral 3 x 500 mg. 
  • Terapi farmakologi berupa :
    • Antivirus diberikan apabila lesi baru muncul kurang dari tiga hari. Beberapa obat antivirus yang dapat diberikan pada pasien:
      • Asiklovir 5x800 mg selama 7-10 hari (pilihan utama).
      • Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7-10 hari
      • Famsiklovir 3x500 mg/hari selama 7-10 hari.
    • Kortikosteroid dosis tinggi diberikan bersamaan dengan terapi antivirus selama 4-37 hari. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengembalian fungsi saraf fasialis. Umumnya, kortikosteroid yang diberikan adalah prednison 1 mg/kgBB/hari diikuti dengan tappering-off untuk mencegah insufisiensi adrenal.
    • Antibiotik untuk mencegah infeksi bakteri sekunder yang dapat menyebabkan impetigo, seperti eritromisin, asam fusidat, atau silversulfadiazin.
    • Pengobatan topikal vesikel dapat diberikan bedak salisil 2%.
    • Analgetik sering dibutuhkan pada kasus herpes zoster, seperti NSAID, acetaminofen, dan opioid.
    • Gabapentin juga diberikan bersamaan dengan antivirus untuk mencegah komplikasi neuralgia post-hepatik. Dosis yang diberikan sebesar 300 mg pada hari pertama, 600 mg pada hari kedua, dan 900 mg pada hari ke-3 dibagi dalam tiga kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan bertahap tiap minggunya dengan dosis maksimal 3600 mg/hari. Setelah itu, dilakukan tappering-off tiap minggu.
  • Terapi Rehabilitasi (dilakukan dua kali dalam seminggu selama 3 minggu dengan durasi 60 menit tiap kunjungan).
    • Latihan relaksasi otot-otot yang hiperaktif.
    • Latihan pijat wajah.
    • Latihan menggerakkan wajah menggunakan cermin, seperti tersenyum, meringis, dan bersiul.

Referensi

  1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2020. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta Pusat: Ikatan Dokter Indonesia.
  2. Liwang, Ferry, Patria Yuswar, dkk. 2020. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ke-5. Depok: Media Aesculapius.
  3. Leona Smith, Sawyer L, Harriott A, Doty C. Herpes Zoster Oticus: Overview, Pathophysiology, Clinical Manifestations. eMedicine [Internet]. 2022 Jul 7 [cited 2023 Jan 17]; Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1952189-overview#a9
  4. Maharyati R, Ekorini H. Sindroma Ramsay Hunt (Laporan Kasus). Jurnal THT-KL. 2012;5(3):159–69.
  5. Ametati H, Avianggi HD. Herpes Zoster Otikus Dengan Paresis Nervus Fasialis (Sindrom Ramsay Hunt) Pada Pasien Imunokompromais. Medica Hospitalia J. Clin. Med. [Internet]. 2020 May 18 [cited 2023 Jan. 17];7(1):113-8.
  6. Gondivkar S, Parikh V, Parikh R. Herpes zoster oticus: A rare clinical entity. Contemp Clin Dent. 2010 Apr;1(2):127-9. doi: 10.4103/0976-237X.68588. PMID: 22114399; PMCID: PMC3220085.
  7. Crouch AE, Hohman MH, Moody MP, et al. Ramsay Hunt Syndrome. [Updated 2022 Oct 13]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557409/
  8. Jeon Y, Lee H. Ramsay Hunt syndrome. J Dent Anesth Pain Med. 2018 Dec;18(6):333-337. doi: 10.17245/jdapm.2018.18.6.333. Epub 2018 Dec 28. PMID: 30637343; PMCID: PMC6323042.
Customer Support umeds