Dermatofitosis

Dermatofitosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur superfisial. Pada topik kali ini akan dibahas mengenai dermatofitosis (tinea) secara lengkap, lets check this out!

Definisi

Dermatofitosis merupakan penyakit infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur kelompok dermatofita (Trichophyton sp., Epidermophyton sp. dan Microsporum sp). Terminologi “tinea” atau ringworm menggambarkan infeksi dermatofita dan dibedakan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Klasifikasi menurut lokasi:

  1. Tinea kapitis 
  2. Tinea barbae 
  3. Tinea fasialis
  4. Tinea korporis 
  5. Tinea kruris 
  6. Tinea pedis 
  7. Tinea manum 
  8. Tinea imbrikata 
  9. Tinea inkognito

Etiologi

Jamur dermatofita (Trichophyton sp., Epidermophyton sp. dan Microsporum sp).

Patofisiologi

Dermatofita masuk melalui stratum korneum, lalu memproduksi keratinase sehingga muncul reaksi inflamasi (kemerahan, bengkak, alopesia). Jamur meninggalkan lokasi infeksi awal sehingga muncul central clearing

Penegakan Diagnosis

Anamnesis

  • Tinea kapitis: gatal, kulit kepala bersisik, kebotakan
  • Tinea barbae: gatal, janggut tidak tumbuh, rambut kusam, mudah rapuh, tampak nanah di sekitar akar rambut
  • Tinea fasialis: bercak yang meninggi, gatal pada wajah
  • Tinea korporis: Ruam yang gatal di badan dan ekstermitas, tidak mengenai tangan dan telapak kaki
  • Tinea imbrikata: ruam di badan menyerupai sisik ikan atau susunan atap genting 
  • Tinea kruris: Ruam yang gatal pada daerah genitokrural seperti inguinal sampai lipat paha bagian dalam, daerah pubis, perianal, bokong dan perut bagian bawah.
  • Tinea pedis: gatal di kaki terutama sela-sela jari, kulit pada kaki dapat berupa ruam bersisik, basah dan mengelupas
  • Tinea manus: ruam gatal di tangan, bersisik

Pemeriksaan Fisik

  • Tinea Kapitis
    • Tipe noninflamatori (tipe Gray patch)

Skuama dengan batas jelas, rambut berwarna abu-abu, mudah patah di atas permukaan skalp (Gray patch). Lesi dapat soliter atau multipel, kadang-kadang beberapa lesi bergabung membentuk satu lesi yang lebih besar. Penyebab: Microsporum audouinii atau M. ferrugineum.

    • Tipe black dot

Rambut mudah patah pada permukaan skalp, meninggalkan kumpulan titik hitam pada bercak alopesia berbentuk poligonal dengan pinggiran seperti jari. Penyebab: Tricophyton tonsurans dan T. violaceum.

    • Tipe inflamatori

Folikulitis pustular, furunkel atau kerion. Inflamasi yang hebat menyebabkan alopesia sikatrisial. Gatal, nyeri, dan terdapat limfadenopati servikalis posterior. Penyebab: M. canis, M. gypsum, dan T. verucosum.

    • Favus

Awalnya berupa papul kuning kemerahan kemudian menjadi krusta tebal berwarna kekuningan berbentuk cangkir (skutula). Skutula dapat berkonfluens membentuk plak besar dengan mousy odor. Plak akan meluas meninggalkan area sentral yang atrofi dan alopesia sikatrisial. Penyebab: T. schoenleinii.

  • Tinea barbae

Terjadi di wajah, unilateral, lebih sering mengenai area janggut daripada kumis, dan bibir atas.

  • Tinea fasialis

Plak eritematosa anular atau sirsinar, tepi meninggi, dan adanya central clearing. Pada anak-anak dan perempuan dewasa, dapat ditemukan pustul, tanpa central clearing, sedangkan pada laki-laki dewasa ditemukan lesi eritematosa, bentuk anular atau serpiginosa, tepi meninggi dengan central clearing, biasanya di daerah dahi.

  • Tinea korporis

Lesi berbatas tegas, berbentuk bulat atau lonjong (ringworm-like), polisiklik dengan tepi aktif yang polimorf terdiri dari eritema, skuama, kadang dengan vesikel dan papul, bagian tengah tampak normal (central clearing).

  • Tinea imbrikata

Lesi papuloskuamosa tersusun polisiklik dengan lingkaran konsentris yang tersebar luas, menyerupai sisik ikan atau susunan atap genting, seringkali mengenai hampir seluruh tubuh tidak pernah mengenai rambut.

  • Tinea kruris

Lesi plak eritema berbentuk anular berbatas tegas dengan tepi yang meninggi dan skuama yang serupa dengan tinea korporis, dapat terjadi unilateral atau bilateral. Pada tepinya bisa terdapat papul, vesikel, atau pustul. Bisa disertai nyeri bila ada maserasi atau infeksi sekunder.

  • Tinea pedis
    • Tipe interdigital

Ruam kemerahan disertai skuama, maserasi pada area interdigiti dan subdigiti pada kaki, terutama diantara digiti III dan IV serta antara digiti IV dan V pedis.

    • Tipe kronis hiperkeratotik (Moccasin)

Patch eritem yang difus pada area telapak kaki, serta area medial dan lateral dari kaki sehingga disebut juga tipe moccasin atau bentuk kering (dry type).

    • Tipe vesikobulosa

Vesikel atau bula tegang berdiameter ≥ 3 mm, vesikopustul pada area plantar dan periplantar pedis. Vesikel yang pecah meninggalkan skuama kolaret.

  • Tinea manum

Lesi non-inflamatorik dengan skuama difus dan garis tangan menjadi semakin jelas, dapat ditemukan vesikel, pustul, dan eksfoliasi

  • Tinea inkognito

Batas lesi tidak tegas, skuama dan inflamasi minimal, terdapat perubahan warna menjadi kecoklatan, bisa terdapat concentric rings dengan eritema, adanya atrofi dan telangiektasi seiring dengan makin bertambahnya pertumbuhan jamur sehingga lesi semakin meluas.

Pemeriksaan Penunjang

  • Kerokan kulit dengan KOH 20%, tampak hifa panjang dan artrospora.

  • Lampu wood akan berfluoresensi kuning-hijau pada batang rambut yang terinfeksi Microsporum canis, M. Audouinii, M. distortum, dan M. ferrugineum. Pada infeksi favus dengan penyebab T. Schoenleinii akan berfluoresensi birukeabuan.

  • Kultur dengan media Saboraud

  • Dermoskopi dengan mengevaluasi skuama perifolikular dan 3 gambaran rambut distrofi (comma hair, black dot, short-broken hair).

  • Histopatologi dengan pewarnaan PAS dan methenamine perak Grocott untuk mendeteksi elemen jamur dalam bagian jaringan.

Diagnosis Banding

  • Tinea kapitis

Dermatitis seboroik, psoriasis, alopesia areata, impetigo, pedikulosis, trikotilomania, alopesia traksi, folikulitis decalvans, pseudopelade, dermatitis atopik, karbunkel, pioderma, liken ruber planus, lupus eritematosus, pitiriasis amiantase, liken planopilaris.

  • Tinea barbae

Folikulitis bakterial (sikosis vulgaris), pseudofolikultis barbae, akne vulgaris, rosasea, dermatitis kontak, dermatitis perioral, folikulitis kandida.

  • Tinea fasialis

Rosasea, dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dermatitis perioral, lupus eritematosa, akne vulgaris, psoriasis anular (anak-anak).

  • Tinea korporis

Dermatitis numularis, psoriasis, eritema anular sentrifugum, lupus eritematosus kutaneus subakut, pitiriasis rosea, dermatitis atopik

  • Tinea imbrikata

Tinea korporis

  • Tinea kruris

Eritrasma, kandidiasis kutis, psoriasis, dermatitis intertriginosa, dermatitis kontak, liken simplek kronis, folikulitis, dermatitis seboroik.

  • Tinea inkognito

Pitiriasis rosea, impetigo, dermatitis nummular, sifilis sekunder, dermatitis seboroik, psoriasis.

  • Tinea pedis

Eritrasma, koinfeksi bakteri (Pseudomonas, Micrococcus, Acinetobacter), kandidiasis kutis

  • Tinea manum
    • Interdigital : eritrasma, koinfeksi bakteri.
    • Hiperkeratotik : dishidrosis, psoriasis, dermatitis kontak, dermatitis atopik, keratoderma herediter atau akuisata
    • Vesikobulosa : dishidrosis, dermatitis kontak, psoriasis pustulosa, palmoplantar pustulosis, pioderma, skabies.

Tatalaksana Non-Farmakologis

  1. Menghindari dan mengeliminasi agen penyebab
  2. Mencegah penularan dan memutuskan rantai infeksi

Tatalaksana Farmakologis

  • Tinea kapitis
    • Topikal: sampo selenium sulfida 1% atau 2,5% atau sampo ketokonazol 2% 2-3 kali/minggu selama 2-4 minggu
    • Sistemik:
      • Griseofulvin 6,25 mg – 12,5 mg/kg/hari selama 8 minggu lebih efektif untuk Microsporum spp.
      • Terbinafin 3,125-6,25 mg/kgBB/hari selama 4 minggu lebih efektif untuk Trichophyton spp.

Dewasa :

      • Griseofulvin 20-25 mg/kg/hari, selama 6-8 minggu
      • Terbinafin 250 mg/hari, selama 2-8 minggu
      • Itrakonazol 5 mg/kgBB/hari, selama 2-4 minggu
      • Flukonazol 6 mg/kgBB/hari, selama 3-6 minggu

Anak :

      • Griseofulvin, per hari selama 6-8 minggu
        • Usia 1 bulan – 2 tahun: 10 mg/kg/hari
        • Usia ≥ 2 tahun: 20-25 mg/kg/hari (mikro)
        • Usia ≥ 2 tahun: 10-15 mg/kg/hari (ultramikro)
      • Terbinafin, per hari, selama 2-4 minggu
        • Berat <20 kg: 62,5 mg/hari
        • Berat 20 – 40 kg: 125 mg/hari
        • Berat > 40 kg: 250 mg/hari
      • Itrakonazol
        • 3-5 mg/kg/hari, selama 2-4 minggu
        • 5 mg/kg/hari, selama 1 minggu/bulan selama 2-3 bulan
  • Tinea barbae
    • Topikal: hanya sebagai adjuvan

Zinc pyrithione 1% atau 2%; Povidone-iodine 2,5%.

    • Sitemik
      • Griseofulvin 1 g/hari selama 6 minggu
      • Terbinafin 250 mg/hari selama 2-4 minggu
      • Itrakonazol 200 mg/hari selama 2-4 minggu
      • Flukonazol 200 mg/hari selama 4-6 minggu
  • Tinea fasialis
    • Topikal
      • Golongan alilamin (terbinafin) sekali sehari, selama 3-4 minggu.
      • Golongan azol (mikonazol, ketokonazol, klotrimazol) dua kali sehari, selama 4-6 minggu
    • Sitemik : diberikan jika obat topikal tidak ada perbaikan
      • Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2-6 minggu.1,2,6 Anak-anak 3-6 mg/KgBB/hari
      • selama 2 minggu.
      • Itrakonazol 100-200 mg/hari selama 1 minggu.1,2,6 Anak-anak 5 mg/KgBB/hari selama 1 minggu.
      • Flukonazol 150-300 mg/minggu selama 4-6 minggu.
  • Tinea korporis dan Tinea kruris
    • Topikal
      1. Pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin) 1-2 kali sehari selama 1-2 minggu.
      2. Alternatif :
        • Golongan imidazol (krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol, ekonazol) 2 kali sehari selama 4 minggu.
        • Tolnaftat, 2 kali sehari selama 2-4 minggu
        • Butenafin (sintetik alilamin), 1-2 kali sehari selama 1-4 minggu
        • Siklopirok (menghambat DNA, RNA, dan sintesis protein) 2 kali sehari
        • Gentian violet (antifungal, antibiotik) 1-2 kali sehari, dapat mengotori kulit dan pakaian
    • Sistemik : Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi
      • Pilihan: Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2-4 minggu atau 3-6 mg/kg/hari selama 2 minggu
      • Alternatif :
        • Itrakonazol 100 mg/hari selama 1 minggu atau 5 mg/kg/hari selama 1 minggu
        • Flukonazol 150-300 mg/hari selama 4-6 minggu
        • Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu
  • Tinea imbrikata
    • Terbinafin 250 mg/hari (125 mg/ hari pada anak-anak) selama 4 minggu
    • Griseofulvin 1 gr/hari selama 4-6 minggu.
  • Tinea inkognito
    • Topikal: Sesuai dengan tinea korporis namun jika terdapat penebalan perlu ditambahkan asam salisilat 3-6%
    • Sistemik:
      • Terbinafin 250 mg/hari selama 4 minggu
      • Itrakonazol 200-400 mg/hari selama 4-6 minggu
  • Tinea pedis dan manus
    • Topikal
      1. Pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin) sekali sehari selama 1-2 minggu.
      2. Alternatif:
        • Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol 2 kali sehari selama 2-6 minggu.
        • Siklopiroksolamin (ciclopirox gel 0,77% atau krim 1%) 2 kali sehari selama 4 minggu untuk tinea pedis dan tinea interdigitalis
    • Sistemik
      1. Pilihan: Terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu. Anak-anak 3-6 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
      2. Alternatif:
        • Itrakonazol 100-200mg/hari selama 1-4 minggu.
        • Flukonazol 150 mg/minggu selama 3-4 minggu.

Edukasi

  1. Menjaga kebersihan diri, mandi teratur 2 kali sehari
  2. Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat
  3. Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang rentan terinfeksi jamur
  4. Hindari penggunaan handuk atau pakaian, sabun mandi yang bergantian dengan orang lain
  5. Mencukur rambut pubis secara teratur
  6. Skrining keluarga
  7. Tatalaksana linen yang terinfeksi: pakaian, sprei, handuk, dan linen lainnya dicuci secara terpisah
  8. Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat

Referensi

  1. Danarti, R., Budiyanto, A., Pudjiati, S.R., Siswati, A.S., Febriana, S.A., Rayinda, T. 2020. Clinical Decision Making Series: Dermatologi dan Venerologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  2. Menaldi, S.L., Bramono, K., Indriatmi, W. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
  3. PERDOSKI. 2021. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Dermatologi dan Venerologi Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
  4. Kang S, & Amagai M, & Bruckner A.L., & Enk A.H., & Margolis D.J., & McMichael A.J., & Orringer J.S.(Eds.). 2019. Fitzpatrick's Dermatology, 9e. McGraw Hill.
Customer Support umeds